Monday, November 14, 2011

Dakwah Profesi


Tulisan ini disusun berdasarkan taujih ust. Taufiq Ridha pada saat acara family gathering ikhwah alumni ITB dengan berbagai perubahan redaksi dan editing. ditulis oleh: Aditya Satrya
Assalamualaikum wrwb.

Alhamdulillah puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Saya merasa gembira bisa berkumpul di tempat ini bersama antum semua dengan suasana kekeluargaan. Semua anak-anak dibawa, artinya ini menggabungkan antara agenda-agenda dakwah kita dengan kewajiban yang lain. Kewajiban yang lain itu adalah, keluarga kita punya hak atas waktu kita. Dan sekarang kta sedang menunaikkan hak mereka, tapi sepertinya tidak penuh karena harus konsentrasi bebrapa saat di tempat ini. Tapi kita mencoba menggabungkan itu. Kalau kata kaidah fiqih, “kalau sesuatu tidak bisa dicapai keseluruhan jangan ditinggalkan semua”. Kalau kata orang sunda, sagala kasampeur (semua dilaksanakan). Tapi mudah-mudahan kita bisa maksimal dalam hak keluarga dan kewajiban dakwah kita.

Mewakafkan Diri Kita untuk Dakwah


Ikhwah sekalian, yang perlu kita pahami sekarang ini adalah bahwa saya yakin kita semua adalah orang-orang yang berusaha mewakafkan diri kita untuk amal da’awi. Jadi kita sudah melakukan suatu janji setia kepada Allah untuk mewakafkan diri kita untuk bekerja untuk keerhasilan dakwah ini. Dimanapun posisi kita, pekerjaan, atau tempat kita, kita sudah mewakafkan diri kita untuk hal itu. Artinya bukan kemudian kewjiban-kewajiban kita tehadap keluarga, masyarakat, rekan kerja, jadi semakin berkurang. Tapi bagaimana kita bisa mengintegralkan semuanya dalm ruang lingkup frame tujuan dimana kita sudah mewakafkan diri kira tersebut. Dan segalanya bisa kita lalui dan jalani dengan baik.

Infrastruktur Mihwar (Poros) Dakwah Kedepan


Ikhwah sekalian, jika kita melihat perjalanan dakwah kita, kita ini sudah masuk dalam mihwar muasasi. Artinya dakwah kita dimunculkan dalam bentuk sebuah organisasi. Payungnya adalah organisasi (muasasah). Dan berdasarkan hasil syura para aktifis dakwah yang ada di Indonesia, payung yang digunakan adalah partai politik. Sementara, parpol punya keterbatasan karena dia dibatasi oleh bemacam perundang-undangan. Padahal dakah itu tidak ada batasnya, dalam semua sisi kehidupan kita harus masuk. Oleh sebab itu, kegiatan-kegiatan yang sifatnya politik itu hanya sebagian kecil saja dari dakwah yang kita lakukan. Karena dakwah lebih besar dari partai politik atau kegiatan-kegiatan yang besifat politis. Oleh sebab itu, parpol tidk bisa menjangkau semua sisi/medan kehidupan dakwah. Oleh sebab itu hal-hal yang tidak bisa dijangkau dari sisi-sisi itu, maka dimainkanlah bermacam-macam waijhah (wasilah). Wasilah bisa bermacam-macam. Dan kalau kita sudah berbicara wasilah, maka sifatnya adalah feksibel, jangan berpikir hanya satu-satunya. Yang penting adalah bagaimana kita melihat marketnya dulu, kira-kira wajihah apa yang cocok dengan marketnya. Kenapa? Karena kadang-kadang kita bikin wajihah ternyata tidak cocok dengan pangsa pasarnya. Jadi, kalau kita berbicara wasilah dakwah, maka fleksibilitas (cocok dengan karakter market dakwah) harus menjadi sebuah prinsip.

Ikhwah sekalian, mihwar muasasi ini merupakan suatu masa yang cukup krusial karena merupakan mihwar transisi untuk melangkah ke mihwar yang lebih luas lagi. Karena dalam teori dakwah yang diberikan kepada kita, dakwah itu dimulai dari diri sendiri (pembentukan pribadi yang Islami), setelah itu masuk ke dalam keluarga, kemudan masyarakat, setelah itu melakukan islahul hukumah (reformasi di dalam pemerintahan), setelah itu menguasai pemerintahan untuk bisa memberikan hal yang lebih positif lagi. Ini adalah tahapan-tahapan dalam dakwah. Tahapan kita saat ini adalah sedang dalam melakukan reformasi di dalam pemerintahan. Kita tahu bahwa reformasi di dalam pemerintahan ini bukan sebuah pekerjaan yang mudah, tetapi sulit dan memerlukan amal jama’i, teamwork-nya harus kuat. Ini kaitannya dengan bagaimana kita melakukan perencanaan, merumuskan grand design, lalu organizing (manajemen), lalu directing dalam action-nya, lalu evaluasi yang harus kita lakukan. Apalagi ketika kita nanti masuk ke mihwar berikutnya (menguasai sistem pemerintahan), maka kita harus siap dengan infrastrukturya di bawahnya.

Dakwah Profesi di Mesir dan Tunisia


Saya beberapa bulan yang lalu berkunjung ke Mesir. Dan Mesir ini 2 pekan lagi akan pemilu pertama setelah jatuhnya Mubarak. Kemudaian akhir bulan kemarin gerakan Islam Tunisia yang memenangkan pemilihan umum untuk mebentuk pemerintahan transisi yang akan menyiapkan pemilu berikutnya. Antum tahu, gerakan Islam Tunisia hampir 40 taun ditekan, tidak bergerak. Untuk shalat shubuh saja di mesjid susah, apalagi anak muda, pasti dicurigai. Di Tunisia pernah ada kasus ada anak muda digebukin aparat karena shalat shubuh di mesjid. Ternyata dia anak dubes Saudi. Akhirnya jadi masalah. Tetapi ketika kerannya dibuka, partai yang paling siap adalah Partai Nahdhah, yang selama 40 tahun ditekan. Kenapa? karena pengorganisasian yang mereka lakukan. Induknya dihabisi tapi jaringannya tetap hidup, walaupun pemimpinnya di luar negeri. Syeikh Rashid Ghannouchi itu divonis hukuman mati kemudian lari ke Inggris. setelah selesai revolusi Tunisia, kembali ke negerinya, luar biasa sambutannya. Yang harus kita ambil pelajaran dari mereka adalah kesiapan mereka. Keran dibuka, ternyata siap, semua lini profesi siap.

Di Mesir, gerakan Islam tidak bisa muncul sebagai partai politik sehingga yang digunakan, mulai 1975, adalah adalah kendaraan ikatan profesi. Mereka merancang grand design bagaimana gerakan profesi ini menjadi pengganti gerakan politik. Sehingga tidak ada satu ikatan profesi pun yang tidak dikuasai oleh gerakan islam. Kemarin kita tanya, kalau di tingkat kabupaten/kota itu pengurusnya ada 15, dan yang dari gerakan islam minimal 8 diantaranya. Itu sudah 50% + 1. Untuk tingkat propinsi pengurusnya sekitar 28 orang, minimal 16-nya dari gerakan Islam.  Tingkat pusat 45 orang, minimal 23 dari gerakan Islam. Jadi ketika keran dibuka mereka siap, di lini apapun karena gerakan profesi ini mereka bangun degan baik.

Di sana, ikatan sarjana hukum, yang menguasainya adalah gerakan Islam. Sehingga jika ada orang-orang gerakan Islam yang diadili, tidak ada yang dimasukan ke pengadilan sipil, semua militer. Karena kalau di pengadilan sipil, sudah pasti lolos. Karena memang tidak ada buktinya. Kalau di militer itu sistemnya main comot, masukin penjara, selesai urusan. Yang dipakai adalah undang-undang darurat yang sampai sekarang masih ada. Sehinga ribuan orang yang dulu divonis kemudian lari belum bisa kembali karena undang-undangnya masih ada. Pelajaran yang ingin kita ambil adalah persiapan infrastruktur yang mereka bangun.

Inilah sebenarnya, ketika kita mendapat arahan dari pimpinan Majelis Syura, arahan untuk bidang profesi ini diantaranya adalah bagaimana kita menghidupkan dan mampu masuk ke ikatan-ikatan profesi. Tujuannya bukan untuk hari ini, tapi 5-10 tahun kedepan. 

Kepemimpinan dan Ketokohan Melalui Jalur Profesi

Ikhwah sekalian, kadang-kadang kepemimpinan kita ini terbatas oleh anggapan bahwa untuk menjadi pemimpin itu harus melalui jalur politik saja. Padahal tidak begitu. Jalur-jalur profesi justru harus kita jadikan sebagai panggung untuk memunculkan tokoh di dalam keprofesiannya. Kita ini ahli dalam memunculkan tokoh. Kenapa tidak kita munculkan tokoh sarjana yang memiliki intima terhadap gerakan Islam yang kita jadikan tokoh? Misalnya kita munculkan tokoh energi dari kader kita yang memiliki kapasitas dalam bidang energi. Sehingga kalau dia udah ngomong tentang energi, yang lain itu udah ga berani lagi ngomog. Dan begitu yang terjadi di negara-negara lain.

Yang bagus pengelolaan profesinya itu misalnya Yordania, dimana rata-rata semuanya itu dikuasai. Jadi kalau kata ikatan profesi besok kita mogok kerja, itu sudah merupakan suatu pressure bagi pengambil kebijakan. Apoteker mogok semua, ya sudah tidak ada apotek yang buka. Itu untuk menuntut sebuah kebijakan. Akhirnya para pengambil kebijakan juga berpikir tentang kekuatan profesi ini.

Oleh karena itu ikhwah sekalian, kalau saya sebutkan bahwa kasus ITB ini adalah test case, maka ini adalah test case yang harus berhasil karena ketika kita mampu mensukseskan hajatan 3 Desember ini, dengan mendukung calon yang sudah diputuskan oleh syura alumni yang ada di ITB, intinya adalah ini akan menjadi sebuah panggung yang akan menjadi cikal bakal untuk meretas masuk ke dalam ikatan-ikatan profesi yang ada. Karena ITB ini kan banyak jurusannya.

Kenapa di Mesir itu ikatan profesi memiliki kekuatan yang luar biasa? karena misalnya ada sarjana elektro, ketika dia tamat kuliah dan mau membangun usaha yang bergerak dalam bidang kelistrikan, usahanya itu tidak bisa mendapatkn ijin kalau tidak ada rekomendasi dari ikatan sarjana elektro. Kalau di kita profesi yang sudah tersertifikasi baru sedikit, misalnya akuntan. Kalau di sana semua seperti itu, sehingga ada kebutuhan untuk begabung di ikatan profesi, dan ini kemudian menjadi wadah untuk melalkukan nasyrul fikrah. Berapa banyak mahasiwa yang di kampusnya tidak tersentuh dakwah, dia tersenuh dakwah ketika mask katan profesi tersebut. Karena bagi kita, ada misi nasyrul fikrah di ikatan2-ikatan profesi tersebut, disamping sebagai panggung untuk memunculkan tokoh dari gerakan Islam.

Kita di Indonesia ini masih meretas jalan karena bidangnya (di struktur pusat) pun baru ada sekarang. Walaupun ini sudah digarap sejak dulu, tetapi tidak secara fokus. Nah kita sekarang ingin fokus memunculkan tokoh-tokoh yang capable di dalam profesinya, mampu melahirkan organisasi-organisasi profesi yang akan memberikan pengaruh terhadap perubahan yang ada di Indonesia.

Profesi Kita adalah Fardhu ‘Ain Bagi Kita

Oleh sebab itu ikhwah sekalian, menjadi sesuatu hal yang fardhu ‘ain untuk kita.

Jadi saya ingin bahas sediki tentang fardhu kifayah menurut Imam Abu Hanifah. Kata beliau, fardhu ‘ain itu adalah sesuatu yang menjadi wajib bagi dirinya. Misalnya, sebelum seseorang menikah, dia tidak memiliki fardhu apa-apa terhadap calon istrinya. Tetapi ketika sudah menikah, maka menafkahi istrinya, mempergauli istrinya dengan baik itu menjadi kewajban yang harus ditunaikan. Maka pada saat itu kewajian tersebut menjadi fardhu ‘ain. Kalau contoh fardhu ‘ain itu shalat, puasa, haji, itu fiqih klasik, anak SD pun tahu. Tetapi kita advance sedikit, yang namanya fardhu ‘ain itu adalah suatu kewajiban yang sudah ditimpakan kepada kita, maka itu menjadi fardhu ‘ain bagi kita. Oleh sebab itu yang menjadi fardhu ‘ain bagi kita belum tentu menjadi fardhu ‘ain bagi orang lain.

Kemudian fardhu kifayah, contohnya apa? Ya.. shalat mayit, memandikan jenazah, itu disebutnya fiqih klasik. Tapi dalam fiqih yang lebih advance, fardhu kifayah itu misalnya ilmu nuklir. Kalau umat Islam tidak ada yang belajar ilmu nuklir, maka semua umat Islam berdosa. Tapi kalau ada umat Islam yang sudah belajar ilmu tersebut, maka ilmu tersebut menjadi fardhu ‘ain untuk dirinya dan menjadi fardhu kifayah bagi orang lain.

Oleh karena itu ketika antum berdada dalam profesi antum masing-masing, itu sebenarnya menjadi fardhu ‘ain bagi diri antum dan menjadi fardhu kifayah (menutupi) yang lainnya. Jadi ada kawajiban untuk meningkatkan keilmuan karena ilmu itu dinamis dan terus berkmbang. Jadi, kewajiban bagi orang ang sudah ada dalam profesinya, kewajibannyalah (fardhu ‘ain) untuk terus menembangkan keilmuan dan profesionalitasnya. Sebagai umat Islam, apalagi dari kalangan ilmuwan, tdak boleh ada rasa puas.

Kalau ingin mendalami pemahaman tentang ini, ada buku yang sudah diterjemahkan judulnya “Supaya Kita Tidak Terseret oleh Arus Modern”, karangan Ust. Said Hawwa.

Itu sedikit membuka wawasan suapaya kita mamaami bahwa ketika kita berada dalam profesi kita, ini menjadi suatu fadhu ‘ain untuk diri kita yang harus kita tingkatkan sampai pada titik maksimal.

Oleh karena itu ikhwah sekalin, karena kita sudah memahami ini sebagai kewajiban kita, dan kita harus melakukan desain, organizing, directing dalam melaksanakannya, maka satu momentum yang mudah-mudahan bisa kita manfaatkan di 3 Desember ini, ini akan menjadi sesuatu yang fardhu untuk kita. Karena yang kita harapkan dari perjalanan dakwah kita adalah kita ingin membangun infrastruktur untuk menyongsong mihwar yang akan datang. Mihar yang akan datang ini tidak bisa kita raih klau kita tidak memenuhi infrastruktut yang harus dibangun terlebih dahulu. Karena mihwar berikutnya adalah merupakan kewajiban yang harus kita tegakkan, kemudian itu tidak sukses karena kita tidak membangun infrastruktr di bawah, maka membangun infrastrukturnya juga menjadi kewajiban. Kaidah fiqihnya, untuk menegakkan suatu kewajiban yang untuk itu perlu membangun infrastuktur di bawahnya, maka membangun infrasruktur yang ada di bawahnya juga menjadi sesuatu yang wajib.

Pelajaran Tentang Syura


Kita belajar bahwa salah satu ciri kemenangan yang diberikan oleh Allah adalah selalu mengukuti apa yang sudah diputuskan oleh syura. Ini keberkahan. Jadi hendaklah kita menggapai keberkahan itu bersama syura. Syura sudah diputuskan, yang diharapkan adalah kita mengeliminasi pendapat-pendapat pribadi kita dan kita mengikuti pendapat syura tersebut. Karena ini adalah bagian keberkahan kita dalam amal jama’i. Walaupun, hasilnya bukan sebagaimna hasil yang kita inginkan. Dan ajaran syura yang diabadikan Allah kepada kita adalah pengalaman syra Rasulullah SAW bukan pada hasilnya yang positif melainkan yang hasilnya negatif. Apa? Perang Uhud. Itu pelajaran syura yang abadi, diabadikan di dalam Alquran. Hasilnya apa perang uhud itu? Lho ini kan udah hasil syura, kok hasilnya negatif? Kok hasilnya kalah? Gitu kan? Mestinya kalau udah syura hasilnya menang. Tapi yang ingin diberikan oleh Allah adlah bukan pada result-nya, tapi prosesnya. Bagaimana proses itu harus dilakukan meskipun outputnya negatif.

Pelajarannya adalah, kenapa mendapat hasil negatif? Karena diantaranya adalah ada prinsip-prinsip syura yang terabaikan. Jadi ada beberapa kasus: ada kasus terabaikan karena orang-orang yang sengaja ingin menggugurkan hasil syura tersebut, yang diwakili oleh orang-orang munafik, yang dipimpin Abdullah bun Ubay bin salul, yang menarik pasukannya.

Ada juga pengabaian syura itu berupa salah penafsiran, ketika terjadi debat diantara pasukan yang ada di bukit Uhud, mereka berdiskusi. Kata disukusi mereka, mereka disuruh oleh Rasululah, “apapun yang terjadi, kita tetap berada di atas bukit ini,” kata Abdullah bin Jubay (komandan pasukan pemanah). Tapi sebagian sahabat di atas bukit mengatakan (terjemah bebas), “Perang sudah selesai. Rasul mengatakan itu ketika perang belum selesai. Apa buktinya perang sudah selesai? Tuh liat, itu orang Quraisy lagi dikejar-kejar sama pasukan Muslim”. Karena mereka berada di atas, jadi kelihatan.

Tetapi setiap penafsiran itu kan selalu dilandasi motivasi tertentu. Yaitu dia melihat, “waduh itu orang ngejar-ngejar musuh”. Kenapa mereka menjadi iri dengan pasukan yang mengejar-ngejar musuh? Karena dari mush yang dibunuh saat perang masih berlangsung dapat diambil salab-nya (salab adalah harta rampasan dari musuh pada saat perang masih berlangsung, maka yang membunuhnya berhak atas harta rampasan tersebut). Mereka yang di atas tidak dapat apa-apa. Oleh sebab itu kata Allah, “wa minkum man yuridu ad-dunya”. Tapi ini pelajaran yang berhrga tentang syura.

Oleh sebab itu, bagi kita yang terkumpul, entah itu terkumpul karena ikatan batin atau ikatan dakwah, sudah diputuskan untuk mendukung si fulan. Kita memiliki tujuan2-tujuan kedepan yang cukup besar. Maka kita yakin untuk menjaga keputusan syura ini, bahkan kita mengingatkan kawan-kawan kita jika ada yang tidak mengikuti hasil syura. Karena kita memiliki agenda yang besar di balik ini, maka ini merupakan titik poin yang krusial yang kita jadikan sebagai langkah untuk kita bekerja kedepan sehingga pemilihan ketua Alumni ITB ini menjadi sesuatu banget :) Karena kita memiliki suatu agenda, yang tidak lain adalah bagaimana kita mampu melakukan ishlah (reformasi) yang lebih luas lagi dengan jaringan yang kita bangun dalam menyongsong mihwar kedepan.

Penutup

Itu harapan saya sebagai ketua bidang GMPro, ini bagian profesinya. Karena kita memilik alur dakwah sekolah → dakwah kampus → dakwah profesi, merupakan mata rantai yang tidak bisa dipisahkan. Jadi nanti kita bisa mendesain dari awal, misalnya ada pencari bakat. Jadi anak-anak ikhwah itu sudah diarahkan dari awal (ITB, Unpad, Akabri, dll). Itu harus kita setting.

Kita juga harus bikin panggung yang banyak sehingga tidak rebutan panggung. Sekarang ini kan kekurangan pangung, mahasiswa kekurangan panggung, yang direbutin BEM aja melulu, ketua KAMMI lagi. Yaudah kita akan bikin panggung yang banyak sehingga panggung-panggung ini akan memunculkan tokoh. Karena kita memiliki banyak potensi yang bisa lejitkan.

Kalau sudah masalah tokoh, tentunya ini bukan untuk kepentingan kita sendiri, tetapi bagaimana kita bisa memberikan teladan yang baik sehinga orang-orang akan berhimpun di sekitarnya, melalui khidmat dan pelayanan terbaik yang kita berikan untuk mereka.

1 comment: